Cerita has posted a new item, 'Mencari Islam yang Membebaskan'
Penggunaan kata liberal dalam konteks Islam akan selalu menuai kontroversi
bagi banyak golongan, namun kita perlu kita ingat bahwa apabila kita melakukan
penggalian secara mendalam dari aspek ontologi ajarannya, Islam adalah liberal.
Sulit diterima banyak kalangan, karena kata liberal telah terstigmakan negatif
dikalangan umat islam Indonesia, lantaran sering melakukan penafsiran-penafsiran
yang berbeda dari ketentuan yang telah diatur para ulama-ulama sebelumnya.
Islam sebagai ajaran rahmatan lil alamin memang telah membuktikan sifatnya yang
liberalistis. Hal ini dapat diketahui melalui pelacakan dalam teks-teks tarikhul
islam atau sejarah islam yang telah ditulis oleh banyak ulama. Bahkan kita
secara tidak langsung pernah menyampaikan islam yang liberal dibanyak kesempatan
seperti diskusi, pengajian dan lain-lain. Salah satu bentuk islam yang
liberalistis dapat kita temukan dalam kisah pembebasan budak berkulit hitam
Bilal bin Rabbah oleh sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq. Yang ketika itu Bilal
tengah ditindih oleh sebuah batu besar oleh orang Quraisy, karena Bilal keukeuh
menyatakan Ahad atau Tuhan yang Esa. Kemudian kisah lainnya datang dari
pemuliaan perempuan oleh Islam. Hal ini bisa kita lihat dari bagaimana seorang
Muhammad begitu memuliakan perempuan. Menempatkan perempuan pada posisi setara
dengan laki-laki. Bahkan isteri beliau, Aisyah dikenal sebagai intelektual
perempuan muslim pertama dalam sejarah islam. Dari kisah di atas kita dapat
menemukan tiga wacana modern yang baru mulai berkembang pasca perang dunia ke 2.
Yaitu wacana mengenai Perbudakan (slavery), Persamaan Ras (equality of human
race), dan Persamaan Gender (gender equality).
Islam sendiri berasal dari kata salima yang artinya selamat. Kemudian dapat
disimbolkan bahwa islam itu adalah yang menyelamatkan setiap makhluk Tuhan yang
hidup di muka bumi sebagai manifestasi ajaran yang rahmatan lil alamin tanpa
mengenal suku, ras dan agama.
Apabila kita analisis lebih jauh, semangat islam yang liberalistis inilah yang
menjadi daya tarik islam kala itu atau menurut An-Naim bahwa disinilah (fase
Mekkah) islam memperlihatkan sisi keuniversalitasannya sebagai ajaran yang
rahmatan lil alamin. Persebaran islam fase Mekkah juga terbilang unik. Dilakukan
secara sembunyi-sembunyi dan lebih menonjolkan humanisme dan sifat teladan
Muhammad yang memang telah dikenal sebagai seseorang yang berbudi perkerti yang
luhur. Cara yang sangat bertolak belakang dengan yang digunakan oleh orang-orang
sesudahnya yang lebih memilih jalan kekerasan atas nama agama (perang suci)
dengan melakukan ekspansi ke daerah-daerah sekitar jazirah arab dan eropa. Pada
fase Madinah islam tidak menyerang melainkan diserang (mempertahankan diri) dan
fokus dalam penguatan aqidah melalui penyusunan syariat.
Perkembangan islam tidak dapat dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh.
Melainkan dua hal yang terpisah. Dengan kata lain islam di Mekkah berbeda dengan
islam di Madinah. Ini jelas dan tidak terbantahkan, misalnya dalam konteks hukum
haramnya khamr. hukum larangan meminum khamr baru turun ketika fase Madinah.
Maka dapat kita asumsikan bahwa, ada sebagian umat islam yang masih meminum
khamr ketika fase Mekkah. dari sini kita dapat melihat islam yang belum mapan
(fase Mekkah) dan islam yang sudah mapan (fase Madinah).
Namun jangan disalah artikan bahwa Islam fase Mekkah belum melahirkan suatu
kepastian hukum, yang berarti tidak dapat dijadikan acuan dalam berislam. Yang
ditekankan disini adalah bahwa islam dibangun melalui cinta, kasih dan
perdamaian. Citra-citra inilah yang membentuk islam sebagai agama yang rahmatan
lil alamin, bukan melalui ketentuan hukum yang diformalisasikan dalam bentuk
aturan menjalankan syariat.
Dewasa ini banyak umat islam terjebak dalam romantisme dinasti-dinasti islam,
yang notabene persebarannya ekspansif yang tentu melalui jalan perang. Apalagi
konstelasi politik dibangun berdasarkan sistem monarki (suksesi kepemimpinan
sedarah), dan kental dengan nuansa politisasi teks-teks Al-Quran dan Hadis
sebagai jalan penguasa dalam melanggengkan kekuasaannya. Alhasil kini umat islam
kental dengan citra-citra yang tidak mengedepankan akhlak mulia dan hanya fokus
pada penegakan syariat secara paksa terhadap setiap masyarakat baik muslim
maupun non-muslim. lantas akibat dari cara yang kurang simpatik itulah kini umat
islam turut tak mendapat simpati dari sebagian masyarakat. Dalam situasi yang
seperti itu pula umat tetap berisikeras dan tak kunjung introspeksi, malah
justru semakin menyalah-nyalahkan, mengkafir-kafirkan, dan membenar-benarkan
diri (?).
Mereka yang Engkau anugerahi
kekuatan sering kali bahkan merasa
diri Engkau sendiri
Mereka bukan saja ikut
menentukan ibadah
tetapi juga menetapkan
siapa ke sorga siapa ke neraka.
Mereka sakralkan pendapat mereka
dan mereka akbarkan
semua yang mereka lakukan
hingga takbir
dan ikrar mereka yang kosong
bagai perut bedug.
Allah hu akbar walilla ilham.
(Gus Mus - Kaum Beragama di Negeri ini)
Gusti Fadhil
Mahasiswa Hukum Islam Universitas Islam Indonesia
Presiden Himpunan Mahasiswa Hukum Islam Universitas Islam Indonesia
You may view the latest post at
http://cerita.biz/
Best regards,
Cerita
http://cerita.biz
No comments:
Post a Comment