Monday, 22 April 2013

[Cerita] Dan Iran pun Cabut Subsidi BBM-Transportasi

Cerita has posted a new item, 'Dan Iran pun Cabut Subsidi BBM-Transportasi'


Oleh: Dina Y. Sulaeman

Pemerintah mulai mewacanakan lagi pengurangan subsidi BBM. Seperti biasa,
tulisan seorang pengamat ekonomi soal kebohongan subsidi BBM kembali
disebarluaskan di media sosial (FB, blog, dll). Argumen soal kebohongan subsidi
memang membuat nyaman masyarakat yang memang umumnya anti pencabutan subsidi.
Namun, menurut sebagian orang, hitung-hitungan yang dilakukan sang pengamat
ekonomi ini sangat banyak menyederhanakan, terlalu banyak berasumsi, dan banyak
variabel yang tidak dilibatkan, terutama yang dari segi keteknikan. Saya tidak
akan membahas detil soal hitungan ini karena bukan bidang saya. Yang jelas, di
internet kita bisa menemukan cukup banyak tulisan yang dengan detil menjelaskan
dimana letak kesalahan kalkulasi sang pengamat ekonomi.

Ada argumen yang banyak diulang-ulang oleh pihak-pihak yang antipencabutan
subsidi, yang saya tahu pasti kesalahannya, yaitu argumen yang melibatkan Iran.
Iran disebut-sebut sebagai negara yang menjual minyak dengan harga sangat rendah
kepada rakyatnya, yaitu Rp 1287/liter. Ini tidak benar. Harga bensin di Iran
saat ini minimalnya 4000 IRR/liter dan ada pembatasan pembelian; akan saya
jelaskan nanti. (IRR= Iranian Riyal; per 21 April 2013, 4000 IRR= Rp3160)[1]

Yang mungkin akan mengejutkan banyak orang, Iran pun MENCABUT subsidi BBM-nya.
Pernah di suatu masa, harga bensin di Iran memang sangat murah, sekitar
Rp1500/liter. Tapi, itu bukan harga asli, melainkan disubsidi 80%.

Sejakakhir tahun 2006, pembelian bensin bersubsidi dibatasi (setiap mobil cuma
boleh beli bensin 120 liter/bulan/mobil), dan akhirnya mulai akhir 2010 subsidi
pun dikurangi. Menariknya, semua itu terjadi tanpa gejolak (tentu saja, kalau
protes-protes minor, selalu ada dalam masyarakat Iran yang memang karakternya
outspoken blak-blakan-itu). Yang lebih menarik, Wamen ESDM kita dulu, Dr.
Widjajono Partowidagdo(alm) pernah berkunjung ke Iran untuk mempelajari apa yang
dilakukan Iran dalam efisiensi energi. Tapi, sayang sebelum beliau bisa
mengaplikasikan apapun , beliau meninggal dunia (yang menurut pengamatan
sebagian orang, agak misterius).

Ada satu fakta penting yang perlu dicermati: Iran memberikan subsidi BBM. Ini
jelas kontradiktif dengan pernyataan seorang pengamat ekonomi terkenal: tidak
ada yang disebut subsidi BBM itu. Padahal, Iran adalah negara dengan cadangan
minyak nomor 3 di dunia dan dengan cadangan gas nomor 2 di dunia. Iran jauh
lebih kaya minyak daripada Indonesia, tapi mereka tetap memberikan subsidi.

Artinya apa? Pemakaian BBM di Iran sangat tinggi karena (dulu) harganya murah,
bahkan 18 kali lipat tingkat konsumsi orang Jepang dan 9 kali lipat orang AS.
Kasus penyelundupan BBM ke luar negeri pun banyak terjadi. Iran pun terpaksa
mengirim minyak mentahnya ke negara-negara lain untuk di-refinery, karena hasil
refinery di dalam negeri tidak cukup, saking borosnya. Ketika harus di-refinery
di luar negeri, jelas memakan biaya besar. Dan ketika dijual di dalam negeri,
pemerintah harus memberikan subsidi agar harga tetap murah. Artinya, pemerintah
terbebani oleh subsidi ini.

Saya sempat berada di Iran ketika harga bensin di sana sangat murah. Saat itu,
saya menyaksikan sendiri, betapa borosnya rakyat Iran. Mereka mengisi tangki
mobil sendiri (karena tidak disediakan pelayan di pom bensin) dengan ceroboh,
sehingga bensin itu berceceran. Mereka cuek karena harga yang sangat murah.

Apa yang dilakukan Iran untuk mengatasi masalah ini? Pemerintah di sana dengan
tepat melihat bahwa Iran memiliki cadangan gas yang sangat besar. Bila rakyat
menggunakan bahan bakar gas (dari jenis CNG), Iran akan menghemat sangat banyak
uang (yang digunakan untuk subsidi) dan bahkan menghasilkan banyak uang (karena
surplus BBM bisa dijual). Inilah yang secara sistematis dilakukan Iran dan
dilakukan secara kontinyu, meski presidennya berganti-ganti. Proses sosialisasi
pencabutan subsidi itu dilakukan sejak tahun 1993, era Presiden Rafsanjani.
Sosialisasi itu bahkan dilakukan lewat film. Di komedi lawak Powarchin, yang
membuat kota Teheran lengang (saking semua orang duduk di rumah menonton film
serial tersebut), sering diselipkan propaganda (dengan cara yang mengundang
tawa) betapa subsidi minyak itu membebani pemerintah. Bayangkan bila uang untuk
subsidi itu dialihkan membuat rumah sakit, sekolah, blabla..(demikianiklan di
film lucu tersebut).

Di saat yang sama, sejak 1999 (era Khatami), dimulailah proyek jangka panjang
pembangunan stasiun pengisian CNG; dimulai dengan membangun pipa-pipa gas hingga
ke pelosok desa-desa. Tahun 2004, seorang periset senior lembaga riset milik
pemerintah berhasil menciptakan tabung CNG untuk mobil dan hasil risetnya itu
diproduksi massal oleh pemerintah tahun itu juga. Stasiun pengisian CNG pun
dibangun di seantero negeri. Tahun 2004 itu pula, Iran-Khodro (industri mobil
terbesar Iran) mulai membuat kit-converter untuk mobil yang mau beralih dari BBM
ke CNG. Iran-Khodro juga memulai produksi mobil berbahan bakar CNG yang selesai
tahun 2005 (era Ahmadinejad).

Masih tahun 2004 itu pula, kepolisian Iran mulai menertibkan lagi sistem
pendataan kepemilikan mobil untuk menunjang program e-smart-card untuk kartu
bensin subsidi.

Tahun 2005, Pemerintahan Ahmadinejad memberikan subsidi kepada rakyat yang ingin
mengganti sistem mobilnya agar berbahan bakar CNG. Subsidi itu berupa
kit-converter, jugasubsidi untuk pengadaan tabung CNG-nya, bahkan subsidi untuk
orang-orang yang mau membuka usaha pompa CNG. Seseorang hanya perlu punya tanah
kosong minimal 1000 m2 dan uang modal 500 juta IRR. Selanjutnya, semua alat,
keperluan, dan berbagai biaya tambahanuntuk membangun pompa CNG itu disuplai
pemerintah.

Selanjutnya, sejak 2010, mulailah pembatasan subsidi dilakukan dengan
menggunakan semacam kartu subsidi (e-smart card). Setiap mobil cuma berhak
membeli 60 liter/bulan bensin yang disubsidi 50%. Harga bensin super 5.000 IRR
dan bensin biasa 4.000 IRR perliter. Kartu subsidi ini ada PIN-nya dan harus
cocok antara nomor mobil, nama pemilik mobil, dan warna mobil. Satu mobil tidak
bisa memakai jatah mobil lain saat membeli bensin. Jika pemakaian bensin sebuah
mobil lebih dari 60 liter/bulan, pemilik mobil tersebut harus membeli bensin
dengan harga pasar Iran (yang sebenarnya masih juga disubsidi 20 %), yaitu 8.000
IRR/liter (bensin super) dan 7.000 IRR/ liter (bensin biasa).

Sementara itu, harga 1 tabung CNG adalah 60.000 IRR yang bisa dipakai untuk
jarak sekitar 750 km.Ketika di pasar terjadi perbedaan harga: harga BBM lebih
mahal daripada CNG, jelas, rakyat akan memilih dengan sukarela: mengganti sistem
mobilnya dengan sistem CNG (apalagi ditunjang dengan berbagai kemudahan yang
diberikan pemerintah).

Jadi, inilah yang umumnya kita abaikan di tengah hiruk-pikuk perdebatan tentang
pencabutan subsidi BBM. Publik lebih fokus kepada dampak negatif pencabutan
subsidi BBM. Padahal, ada masalah lain yang lebih penting diangkat yaitu upaya
mencapai kemandirian energi.

Minimalnya ada tiga fakta yang sepertinya agak diabaikan para pengamat yang
berkali-kali muncul di televisi (atau menulis di koran).

Pertama,Indonesia bukan lagi negeri yang kaya minyak. Indonesia saat ini berada
di peringkat 22 dalam daftar pemilik cadangan minyak terbanyak dunia. Sejak era
Orde Baru, kebijakan energi Indonesia sangat bertumpu kepada minyak, tanpa
melakukan upaya pengembangan sumber-sumber energi terbarukan. Semakin lama,
cadangan minyak Indonesia semakin menurun sementara minyak tetap menjadi sumber
utama energi di Indonesia.

Kedua,minyak Indonesia pun tidak sepenuhnya diproduksi bangsa ini. Pertamina
hanya memproduksi 13,8% dari total produksi minyak Indonesia, sementara sisanya
diproduksi oleh perusahaan asing, antara lain Chevron (41%), Total E&P Indonesie
(10%), Chonoco Philips (3,6%), dan CNOOC (4,6%). Perusahaan-perusahaan asing itu
tentu saja menjual minyaknya dengan harga pasar internasional karena berdasarkan
aturan UU Migas, pemerintah tidak berhak lagi ikut campur dalam kebijakan
perusahaan-perusahaan asing tersebut. Sementara, demi memenuhi konsumsi dalam
negeri, Indonesia setiap harinya harus mengimpor 600.000 barel minyak dengan
harga internasional dan dijual dengan harga Indonesia. Inilah sebabnya
pemerintah mensubsidi BBM.

Ketiga,terjadi ketidakefisienan dalam pengelolaan energi kita. Antara lain,
mengapa kita hanya mengelola 13% minyak Indonesia dan sisanya diserahkan kepada
perusahaan asing dengan bagi hasil yang tidak adil? Selain itu, mengapa kita
harus memilih untuk mengimpor minyak, sementara kita mempunyai sumber energi
yang jauh lebih murah bila dimanfaatkan, yaitu batu bara dan gas? Anehnya, batu
bara dan gas justru dijual murah kepada negara asing.

Jawaban dari pertanyaan ini sudah banyak yang tahu: kalau ada energi alternatif,
pastilah itu mafia-mafia minyak Indonesia maupun asing akan rugi besar! Itulah
sebabnya mereka menekan pemerintah supaya tidak mengembangkan energi alternatif.
Yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi beban anggaran hanya mencabut
subsidi, tanpa ada upaya penyiapan infrastruktur untuk penggunaan energi
alternatif. Di sinilah letak kesalahan besarnya. Jangan malah dikaburkan pada
isu kebohongan subsidi.

Inti dari tulisan ini hanya satu: marilah kita lebih jernih dalam menyikapi
berbagai isu. Tidak semua pencabutan subsidi itu antirakyat. Pencabutan subsidi
hanya persoalan di permukaan, tapi ada hal-hal yang lebih penting dicermati dan
disuarakan. Dan yang kunci utamanya memang pada pemerintahan yang jujur, amanah,
dan bervisi. Mudah-mudahan kelak kita memiliki pemerintah yang seperti ini.
Amin.

-

[1] 1 Rupiah = 1,265 IRR; 1 USD = 12, 285 IRR, per 21 April 2013, menurut
http://www.xe.com/currencyconverter/In memoriam, 1 tahun wafatnya Pak Wid (Dr.
Widjajono Partowidagdo), 21 April 2012 - 21 April 2013.

You may view the latest post at
http://cerita.biz/

Best regards,
Cerita
http://cerita.biz

No comments:

Post a Comment