Sunday 12 May 2013

[Cerita] Bagaimana [kalau] Kita Berdialog

Cerita has posted a new item, 'Bagaimana [kalau] Kita Berdialog'




Baru saja memperhatikan dialog kompasianer di lapak komentar Gustaf Kusno dan
Deasy Saragih. Berdialog tentang Kata-kata Non Standar dalam Bahasa Indonesia
dan Perilaku Beracun di Sekolah?. Saya mendapat manfaat dan inspirasi dari
dialog tersebut. Saya menjadi tahu ada kata-kata non standar yang sering saya
gunakan dalam menulis, juga terinspirasi oleh perilaku beracun di sekolah, yang
suatu saat saya akan menuliskannya dalam perilaku beracun kepala sekolah?. Saya
melihat ruang komentar itu, sebagai sebuah perjumpaan yang mempersatukan
refleksi terhadap tema yang diusungnya.
Dalam kasus tersebut, saya tidak membaca komentar para kompasianer yang
mendepositokan ide-ide kepada pihak lainnya. Yang terjadi sebuah pertukaran ide
yang bermanfaat dan mengundang inspiratif. Mungkin, itu sebabnya kompasiana
menyediakan ruang untuk memberi vote aktual, bermanfaat, inspiratif, dan
menarik.
Kembali pada mengapa kita berdialog. Orang-orang dalam dialog, berbicara dengan
kata-kata mereka bertujuan mendiskusikan dunia (tema zaman) yang dapat
ditransformasikan ke dalam tindakan nyata, yaitu tindakan untuk kehidupan yang
lebih baik. Banyak sisi-sisi positif dari dialog yang dapat menginspirasi ke
arah tindakan nyata yang lebih baik. Nah, supaya dialog itu bermanfaat maka
semua peserta dialog harus menpunyai kode etik. Saya menyimpulkannya dari
beberapa karya Paulo Freire (Horton, Myles and Freire, Paulo, 1990:194-195;
Freire, 1997:73; Freire, 1987:102). Berikut ini kode etiknya:
Pertama, Kesetaraan. Peserta dialog secara bersama bertanggung jawab untuk
sebuah proses yang menumbuhkan semua orang. Dalam proses ini,
argumentasi-argumentasi yang didasarkan atas otoritas menjadi tidak sahih.
Kedua, Cinta. Jika aku tidak mencintai dunia jika aku tidak mencintai kehidupan
jika aku tidak mencintai orang-orang aku tidak dapat terlibat dalam dialog.
Ketiga, Kerendahan hati. Tidak ada berdialog jika memproyeksikan kebodohan
kepada pihak lain dan tidak pernah mempersepsi kebodohan diri sendiri. Tidak ada
dialog jika menganggap diri sebagai para pemilik kebenaran dan pengetahuan,
sementara anggota lainnya adalah orang-orang di luar kelompok.
Keempat, Kepercayaan mendalam terhadap manusia. Kepercayaan terhadap manusia
adalah suatu persyaratan a priori untuk dialog; manusia dialogis mempercayai
orang lain bahkan sebelum ia ketemu dengan orangnya.
Kelima, Harapan. Harapan berakar dari ketidaksempurnaan manusia, dari sini
harapan bergerak dengan pencarian terus-menerus sebuah pencarian yang hanya
dapat dilaksanakan dengan berkomunikasi dengan orang-orang lain.
Keenam, Berpikir kritis. Berpikir mempersepsi realitas sebagai proses ketimbang
sebagai suatu yang statik. Hal yang penting adalah mentransformasi gagasan
secara berkesinambungan ke dalam realitas, demi humanisasi manusia secara
berkelanjutan.



You may view the latest post at
http://cerita.biz/

Best regards,
Cerita
http://cerita.biz

No comments:

Post a Comment